Selasa, 23 Januari 2018

The Hack Driver - Sinclair Lewis

Si Kusir*

Aku berani bilang tak ada pria berselingkuh, entah dia direktur bank atau senator atau dramawan, yang tidak mengkhianati cinta demi perempuan jangak tua bangka yang mengenakan topi yang bukan main noraknya, hidup di gubuk dan mata pencahariannya bahkan kamu tak mau membahasnya kelewat rinci. (Ini kata Hakim Mahkamah Agung. Aku tak mau pura-pura mendukung teori atau ceritanya.) Dia mungkin saja pramuwisata Maine, atau montir tua yang biasa menjaga livernya stabil, atau pengurus penginapan yang paripurna brengseknya yang minggat untuk membedil bebek saat dia semestinya menyapu lantai, tapi seorang pesohor kotamu yang angkuh akan mencari akal untuk balik dan menemuinya tiap tahun, dan mengeluyur bareng, dan diam-diam mengenalkannya dengan semua pemuka kota yang congkak.

Sabtu, 20 Januari 2018

Not One Less (1999)


Orang miskin mah bebas mau minggat dari kelas kapan saja buat cari duit ke kota, seperti orang kaya bebas menghambur-hamburkan duit cuma buat meronce gelar-gelar akademis di belakang namanya seular-naga panjangya.

"Kemiskinan," kata Orwell, "membebaskan mereka dari standar-standar perilaku yang lumrah, sebagaimana uang membebaskan orang dari bekerja."

Bahkan bu guru Wei yang punya gaya mengajar cukup radikal untuk ukuran ruang-waktu sosial-kulturalnya cuma sampai pada jawaban "lantaran miskin," kaitannya dengan pertanyaan "kenapa Zhang keluar sekolah." Dan tak sanggup menggali lebih dalam guna menemu pertanyaan "kenapa Zhang begitu miskinnya sampai-sampai musti keluar sekolah untuk bekerja di kota."

Tapi kalau masuk sekolah entar malah dimarahi sama Ivan Freire, dibilangi: "Buat apa pula jadi konsumen produk-produk pendidikan .... kalau pada akhirnya ... sehabis beroleh selembar sertipikat .... yang mengabsahkan seseorang sudah mencerna segala sajian kurikulum itu ... bla bla bla... bla bla bla... (((gaung))) (((gaung))) ....

Ah, apalah daya manusia. Ada yang bilang kalau kita ini cuma "kelap-kelip yang menari-nari dalam mimpi tak berujung seekor babi guling."

Kamis, 21 Desember 2017

Muhammad Din* - Rudyard Kipling

Siapakah orang yang berbahagia? Dia yang melihat di dalam rumahnya sendiri di kampung halamannya, anak kecil bermahkotakan debu, melompat dan jatuh dan menangis.
(“Munichandra,” diterjemahkan oleh Profesor Peterson.)

Bola polo itu sudah usang, lecet, pecah, dan berkerak. Bola itu berada di mantelpiece di antara pipa-pipa rokok yang Imam Din, khitmatgar, bersihkan untukku.
“Apa Yang Mulia ingin bola ini?” ujar Imam Din, dengan hormat.
Yang Mulia tidak menyimpannya untuk alasan khusus; tapi buat apa bola polo untuk seorang khitmagar?
“Bila Yang Mulia berkenan, Saya punya putra. Dia pernah melihat bola ini, dan ingin bermain bola ini. Saya bukan menginginkannya untuk diri saya.”

Jumat, 08 Desember 2017

Good Man Is Hard to Find - Flanerry O'Connor

Orang Baik Jarang Dijumpai*

Nenek tak mau pergi ke Florida. Dia ingin berkunjung ke salah seorang relasinya di Tennesse timur dan dia mencoba semua kemungkinan untuk mengubah pikiran Bailey. Bailey adalah putra yang tinggal bersamanya, satu-satunya anak lelakinya. Bailey duduk di ujung kursi dekat meja, membungkuk  di atas halaman olahraga Journal. “Lihat ini, Bailey,” ujarnya, “lihat ini, baca ini,” dan dia berdiri dengan satu tangan pada panggulnya dan yang satunya lagi menggoyang-goyang koran dekat kepala plontos anaknya. “Nih, orang ini yang menjuluki diri Si Canggung kabur dari penjara dan menuju ke arah Florida dan kamu baca nih apa yang diperbuatnya pada orang-orang ini. Baca saja deh. Aku tak mau membawa anakku ke tempat yang ada kriminal macam itu berkeliaran. Aku tak sampai hati, lah.”

Senin, 27 November 2017

The Story-teller, Saki (H. H. Munro). Diterjemahan ke Bahasa Indonesia dengan Sembarangan

Si Pendongeng*

Saat itu sore yang panas, dan di dalam gerbong kereta api tak kalah gerahnya, dan pemberhentian berikutnya adalah Templecombe, hampir satu jam lagi. Penumpang di gerbong itu terdiri dari seorang gadis kecil, dan seorang gadis yang lebih kecil, dan seorang bocah kecil. Bibi anak-anak itu mengisi salah satu pojokan tempat duduk, dan pojokan jauh tempat duduk seberangnya diisi oleh seorang sarjana muda yang adalah seorang asing bagi rombongan mereka, tapi si gadis kecil dan si bocah kecil betul-betul menduduki kompartemen. Baik si bibi maupun anak-anak itu bercakap dalam suatu batas, terus-menerus, mengingatkan pada salah satu sikap dari seekor lalat rumahan yang menolak untuk putus asa. Kebanyakan kata-kata si bibi agaknya dimulai dengan “Jangan,” dan nyaris semua kata-kata anak-anak itu dimulai dengan “Kenapa?” Si sarjana muda diam saja. “Jangan, Cyril, jangan,“ seru si bibi, waktu si bocah kecil mulai memukul-mukul bantalan tempat duduk, menyembulkan sehembus awan debu pada tiap pukulan.