Rabu, 30 Januari 2013

"Ya Tuhan."
"Maaf? Tuhan? Beliau sedang sibuk."
"Hm?"
"Bicara tentang Dia, ada lelucon bagus. 'Jika Tuhan memang ada, kenapa Dia tidak membelikanmu sweater baru?"
"'Karena Dia terlalu sibuk mencari di mana otakmu?'"
"Ah, tidakkah kau berpikir Dia-yang-kau-sebut- tadi itu sungguh licik. Dia menciptakan takdir, agar dia terhindar dari tuduhan 'Kejam'. Kau tahu? Takdir memang kejam."
"Apa iya?"
"Ada orang yang punya mobil sport seharga gaji seumur hidup orang lain, dan dia masih bisa membeli kesenangan lewat, apa namanya itu? obat-obatan yang tidak menyembuhkan? Ada orang yang hanya menggengam 10.000 rupiah, banyak juga yang kurang dari jumlah itu."
"O, tapi bukankah Dia juga layak menyandang pujian Jenius-yang-rendah-hati. Dia menciptakan waktu. Kau tahu? Waktu hampir bisa menjawab segala hal."
"Ah, Tuhan. Di mana Kamu sekarang?"
"Lebih dekat dari urat nadi leher? Telapak kaki ibu? Persimpangan jalan? Hati? Di mana-mana? Di rumah-Nya?"
"Mungkin Aku mencari di tempat yang salah."
"Apa kau pernah memanjatkan doa kepada-Nya? Sering?"
"Berbicara dengan-Nya? Sekarang, alih-alih berteriak meminta pertolongan-Nya, Aku mencoba mendengar-Nya?"

Jumat, 18 Januari 2013

Tiga Presiden

Saat ditanya oleh seorang wartawan asing tentang pendapatnya mengenai tiga presiden pertama Indonesia, Pak Rosihan Anwar memberikan jawaban simple, "Soekarno is a great nation builder. Soeharto is a great economic builder. And Habibie is a great democracy builder." Terus kalau saja beliau yang sudah almarhumah ini (semoga beristirahat dalam damai) diberi kesempatan untuk berpendapat tentang pemerintahan terkini, apa pendapat anda Pak Ros?
     Nah, ladangnya (baca: nation) sudah dibuka oleh presiden pertama. Lalu, yang dipanen sudah disediakan (baca: economic) oleh presiden kedua. Jadi, sekarang tinggal pelakunya (silahkan intrepertasikan sesukanya, pelaku apa yang bagaimana). Eh, tapi jangan lupakan yang sudah membuka tabir (baca: democracy) berupa keterpasungan pers ala orde baru. Sehingga kini, kita, rakyat, bisa menyaksikan sekaligus menikmati (bagi yang memang merasa seperti itu) secara gamblang, sajian era demokrasi negeri ini yang masih berbau kencur, berumur setahun jagung.
 
Aliaksandra Sastradiwirya

Selasa, 15 Januari 2013

Semacam Puisi Berjudul 'Naskah'


Aku menemukan kertas, jadwal kuliah semester pendek tahun ajaran 2011/2012 sebenarnya. Di dalamnya, ada satu, mungkin bisa dikategorikan sebagai puisi? Entahlah. Aku hampir yakin ini kutulis saat mata kuliah Bahasa Indonesia (aku jadi suka—bukan mata kuliahnya, dosennya agak, tapi lebih ke Bahasa Indonesianya—setelah mengulang tiga kali).

Naskah

Jam 8, dan lampu masih menyala.
Bosan, bahkan sebelum memulai.
Terbaca dari tiap gesture peserta, kentara.
Tuhan (jika Dia masih ingin campur tangan),
Bisakah Kau terakan tombol replay,
dalam hidup.

Kemudian, lagi dan lagi.
Beliau bercerita, tentang mimpi;
luar negeri; sekolah tinggi; beasiswi (efek emansipasi);
motivasi; prestasi (pokoknya yang berakhiran –si, seperti nama Polandia—
kali ini efek EURO 2012); basi.

Aku ingat, berharap bisa mengulang waktu, saat menulis ‘Bisakah Kau terakan tombol replay’. Aku tidak yakin nama Polandia didominasi akhiran –si. Mungkin lebih tepat –ski, seperti Lewandowski, dan nama-nama lain yang sulit dihapal.

29 Desember 2012
Aliaksandra Sastradiwirya

25/2/2012


Mulai nulis 25/2/2012, tapi lihat tanggal di hape setelah beberapa saat nulis sudah ganti ke 26.
(Coba nulis pakai  lepi sehabis nonton “The shining (1980)”)
“Kamu baca semua ini?” Gadis itu mengedarkan pandangan ke buku yang berjejer di rak, lalu ke buku-buku yang berserakan di beberapa tempat di kamar.
“Sebagian,” katanya “Bukankah ini bukan jumlah yang membuat seorang kutu buku tercengang?”
“Kamu buat rak ini sendiri? Aku suka”
“Yap, bukan master piece seorang pandai kayu.”
                Rak yang sedang dibicarakan lebih mirip sebatang pohon yang dibelah tengahnya. Terlihat semasa hidupnya pohon itu tak terlalu tinggi ataupun besar. Bagian tengahnya diperhalus, meski masih terlihat agak kasar. Potongan separuh pohon itu−yang sekarang dipanggil rak−menempel di salah satu sisi tembok kamar. Di bawahnya−berada hampir di tiap ujungnya−ada paku, yang sengaja ditanam sebagai pengampu. Beberapa centimeter di atasnya paku dari jenis yang tidak sama menancap, hampir sejajar dengan yang dibawah. Di tepi-tepi yang berpermukaan halus ada lagi paku, dari jenis yang sama dengan yang beberapa centimeter di atas kayu. Lalu empat paku itu−dua tertanam di tembok dua tertancap di permukaan kayu−dihubungkan oleh dua helai kenur.
“Dulu sebelum ayahku menyewanya, tanah di belakang rumah, ada sebatang pohon jati muda,” ujarnya  “Katanya pohon itu ditanam oleh seseorang yang tinggal di dekat sini.”
(Asyik juga nulis pake nih ‘perkakas’)
“Kolam di halaman belakang itu?”
“Yap, pohon yang malang. Harus merelakan hidup untuk obsesi seorang PNS yang hampir pensiun.”

Slim

27/2


27/2 sehabis nonton “Sleepwalking (2008)”
“Berapa buku yang kamu pinjamkan?”
“Kamu jurnalis?” Katanya, “Ada Anansi Boys-nya Neil Gaiman, The Alchemist-nya Paulo Coulho, War and Peace-nya Tolstoy, terus, ehm, beberapa lagi mungkin.”
“Woa.., ada temen kamu yang suka Tolstoy?”
Nggak tahu. Dia cuma ingin pinjam buku. Katanya yang bagus. Ya sudah, aku kasih saja.” Dia selesai memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai kamar. Lantai kamarnya terbuat dari potongan-potongan memanjang kayu mahoni. Disusun bersejajar. Melapisi lantai, ada karpet usang, terbuat dari sejenis bahan sintetik dan sobek di beberapa tempat. “Memang ada yang salah dengan Tolstoy?” Katanya setelah memenuhi salah satu laci meja belajar dengan tumpukan kertas yang dari tadi dia pungut dari lantai.
Si gadis masih mengamati kamar itu, namun tak jauh-jauh dari deretan buku di rak. “Ehm, A Confession,” kata si gadis, “Hidup adalah yang terbesar dari semua kemalangan.”
“Sebenarnya itu hasil pemikiran Sakya Muni.”
“Yah,” ujar si gadis, “Beliau menulisnya saat mengalami krisis paruh baya.”
“Dia hampir bunuh diri saat 50 tahun, sedangkan kita belum juga setengah umurnya sudah menginginkan hal yang sama.”
“Maksudmu?” tanya si gadis.
                Dia melihat ke tangan kiri si gadisdi bagian pergelangan. Buru-buru si gadis menyembunyikannya di balik badannya.
“Bukankah setiap orang pernah memikirkannya, hah?” katanya, “mengakhiri hidup sendiri maksudku.”
                Kali ini si gadis hanya membuang pandangan ke sembarang tempat di kamar itu, asalkan tidak di kedua mata tuan kamar.

***

                Dia ingat akan sesuatu. Beberapa jam sebelumnya, telepon berdering. Dia mengangkatnya. Di seberang ibunya berbicara, menyuruh untuk menjemput di rumah kakak perempuan ibunya.
                Ibunya baru saja menghadiri sebuah pemakaman. Pemakaman siapa dia tak begitu peduli. Sungguh, hidup memang singkat.
                “Dia libur dua minggu. Habis Ujian," kata ibunya kepada kakaknya, beberapa saat setelah dia sampai di rumah kakak perempuan ibunya, “Pun Pareng,” ibunya berpamitan.
                Nada bicara itu. Dia tahu kalau ibunya tidak bodoh. Ibunya pasti tahu kalau semester baru sudah berjalan. Dan dia, selama seminggu terakhir hampir selalu berada di dalam kamarnya. Sampai kapan orang tua perempuannya ini akan mempertahankan kepura-puraan rasa bangganya terhadap anak bungsunya, pikirnya. Kapan beliau akan sadar, tak ada yang benar-benar bisa dianggap hebat dari putranya ini.

Ada Cerita Lucu?


                “Ada cerita lucu?” tanya si gadis.
                “ehm, pernah nonton ‘Sleepwalking (2008)’?” katanya, “Seorang tamu bertanya pada tuan rumah, ‘kenapa atap yang bocor itu tidak kamu perbaki?’ tuan rumahnya jawab, ‘sekarang lagi hujan, kagak bisa.’ ‘kalo begitu kamu akan memperbaikinya saat hari cerah?’ si tamu mengira-ngira, ‘tidak, saat hari cerah tak ada air yang masuk melalui lubang itu.’”
                “Apa hubungannya sama flmnya?” si gadis berkata setelah dia sebentar tertawa.
                “Leluconnya dari film itu.” katanya

Selasa, 08 Januari 2013

"Katanya pemuasan hasrat seksual tanpa hubungan kelamin bisa memperhalus kulit wajah."
"Kata siapa?"
"Produsen tisu mungkin?"
"Hahahaha, metode yang sama dengan klinik Tongfang, atau media abad ke-21 ini."
"Hm...?"
"Memperjualbelikan kekhawatiran?"
"Menawarkan placebo?"
"Yah, Tukang jual kecap."
"Hm...?"
"Jangan bilang kamu berpikir tentang temannya saos."
     Bicara tentang menjadi pria tak bisa lepas dari serakan tisu di kamar. Apa kamu merasa terlambat dewasa? Bukankah itu berarti kamu awet muda? Satu hal yang dicari sebagian mereka. Orang-orang maksudku. Manusia.
     Kita butuh, atau kita ingin. Bukankah ada perbedaan mendasar? Kenapa manusia butuh itu, itu, atau itu.
     Sialan (maafkan bahasa Perancisku), lagi-lagi tulisan tanpa konsep. Tak berasa. Minim konflik. Absen ironi, ehm... Apa iya?

Aliaksandra Sastradiwirya

Rabu, 02 Januari 2013

"Ah, munafik." Temannya bilang ke dia.
     Dua cowok, duduk di suatu tempat, di manapun sesuka imajinasimu membayangkan. Mereka asyik melihat lalu-lalang orang-orang. Sekonyong-konyong muncul manusia, dari lawan jenis mereka. Aku gambarkan, gadis ini adalah representasi ideal dari apa yang disebut kecantikan sempurna bentukan media. Putih, langsing, semampai, mancung, rambut panjang lurus, dan yang utama, tank-top dan hot-pants.
     "Inilah dunia yang kita tinggali saat ini," kata salah satunya, "Apa Aku harus menikah dengan wanita seperti itu?"
     "Siapa juga yang tidak mau."
     "Tapi, tidak semua perempuan seperti itu."
     "Jangan bilang kamu tidak suka diizinkan melihat paha dan sebagian dada wanita itu, oleh pemiliknya sendiri."
     Apa boleh orang seperti itu dibilang munafik. Apa kau pernah melihat dari sudut pandang lain? Mungkin yang tidak disukai bukannya bisa melihat bagian-yang-enak-dilihat-dari-perempuan, tapi konsepnya. Tidak benar juga jika cowok yang tidak suka melihat cewek pakai hot-pants dibilang munafik. Konsep cewek memakainya di tempat publik ini yang bisa membuat mata cowok (tidak seluruhnya) gerah. Kau boleh bilang cowok itu munafik, kalau dia bilang tidak suka melihat cewek pakai hot pants dan tank top di kamar saat mereka sedang berduaan. Kecuali tentu saja cowok itu guy, sedang mengalami penurunan hasrat seksual, atau terganggu secara mental.
    Mungkin juga ada cowok yang bilang tidak suka, tapi malamnya di kamar dia masturbasi, dengan fantasi gadis tank top plus hot pants....