Jumat, 31 Mei 2013

Kutipan dari Pintu Terlarang (2009)

"Ibu tahu nggak? Kalau sebenarnya nggak ada seorang anak pun yang ingin lahir di dunia ini. Hm... Setiap anak lahir karena konsekuensi hubungan bapak dan ibunya. Tapi sebagian orang tua masih bisa dimaafkan karena mereka ngasih kasih sayang. Ngasih cinta, Bu. Bukan cuma penderitaan dan sakit saja."

'The Great Dictator' (1940) atau The Great Orator?

Maaf tapi aku tidak ingin menjadi Kaisar.
Itu bukan pekerjaanku.
Aku tak mau memerintah atau menaklukkan siapapun.
Aku mau membantu semua orang jika mungkin: 

Yahudi, kafir, hitam, putih.
Kita semua ingin saling membantu.
Manusia adalah seperti itu.
Kita ingin hidup sama-sama bahagia, bukan penderitaan.
Kita tak mau saling membenci.

Di dunia ini, bumi kaya dan bisa menyokong semua orang.
Jalan hidup bisa bebas dan indah tapi kita telah kehilangan jalan itu.
Ketamakan telah meracuni jiwa manusia, yang telah membatasi dunia dengan kebencian, telah menuntun kita pada pertumpahan darah.

Rabu, 29 Mei 2013

Gie dan Jesus

"Harusnya bukan hanya Jesus yang dibangkitkan setelah hari ketiga kematian-Nya. Setelah tiga dekade Soe Hok Gie patutnya juga dibangkitkan dari kuburnya."
     Ya, diri ini juga bertanya, kenapa yang diungkit-ungkit di tulisan sebelumnya perihal-ihwal suicidal nampak hanya masalah-masalah itu-itu saja (sosial?). "Bukannya ini lebih ke psychological?" interupsi suara dalam kepala. Bagaimana dengan politik? Dalam negeri tentu saja. Bukankah ini juga berhubungan intim dengan masalah-masalah (sosial?) tadi itu yang disebutkan? Birokrasi Birokrat, maaf, birokrat-birokrat korup, ini dalam bentuk jamak. Menurut KBBI, jamak adalah bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak. Sebagai adjektif, bisa juga berarti lazim, tidak aneh, lumrah wajar. Dus, birokrat-birokrat korup itu sebenarnya banyak atau lumrah, atau malah keduanya?
      Ah, Verdomme, membaca media cetak atau menonton sekaligus mendengar media elektronik menjadikan diri ini fatalistik. Masalah ini dipaparkan dengan cara yang mengagumkan oleh Puthut EA dalam Orang-orang bergegas-nya.
      Mark up anggaran pengada-adaan simulator SIM (Sialan, sampai umur 23 bahkan diri ini belum juga punya SIM) di tajuk rencana, dipadu gadis 20 tahun dalam artikel berjudul "Sexy Itu Tidak Harus Telanjang!" disertai fotonya (dalam busana trendi yang mungkin bisa disebut setengah telanjang atau malahan klasik kolonial? Karena bukankah di jaman kolonial wanita Indonesia selalu tampil sexy?) di halaman Entertainment. Badak! Ada yang benar-benar keliru dengan negeri ini, kan?
     Namun, memang tidak semua orang bisa berpikiran seperti ini. Mahasiswa sudah sibuk cari gelar kesarjanaan. Sudah lulus lalu sibuk cari kerja. Setelah sudah lebih dulu sibuk cari pacar sambl dulu sibuk kuliah, mereka nikah. Nikah lalu punya anak (harap dicatat: tidak seorang anakpun minta dilahirkan. Sungguh egois punya anak dalam kondisi seperti ini. Berlagak bisa membahagiakan mereka. Padahal yang kalian lakukan hanya membawa satu jiwa lagi dalam penderitaan terdalamnya, hidup di dunia.). Lainnya masih banyak yang harus dipikirkan dengan hanya bermodal ijazah paket C (aku selalu suka penggalan dari puisi Ida Oka Ayu ini). Lainnya lagi, entahlah, apa dipikir aku bisa baca pikiran orang lain?
     Ah, sudahlah, lama-lama aku malah ikutan dua orang itu tidur-tiduran di rel kereta api. Isritirahatlah dalam damai kalian di sana. Yang sudah mati tidak usah diberi rasa iba. Mereka sudah peroleh satu taman mahaluas dengan tujuh bidadari menemani. Simpan rasa iba untuk mereka yang masih hidup. Bukankah tak ada yang lebih mengenaskan daripada hidup di dunia ini?

sehabis baca koran dan nonton tv, 29 Mei 2013
setjoeil asa

Selasa, 28 Mei 2013

Kutipan dari Burung-Burung Manyar-nya YB. Mangunwijaya

"Aku tahu, tidak pernah manusia matang untuk menangani hidupnya sendiri pun." (hal. 57)

"Mengapa hidup tidak bisa sederhana? Mengapa selalu segala yang indah berdampingan dengan yang kotor dan berbau?" (hal. 61)

"Orang-orang negeri ini pandai mempermanis berita-berita pahit." (hal. 62)

"Tetapi wanita memang rahasia besar. Lelaki hanya bungkusan rahasia itu, bahkan biasanya bungkusan yang kaku dan lekas robek." (ibid)

Jumat, 03 Mei 2013

Dari 'rumahlebah ruangpuisi'

Ahmad Nurullah

Pada Tapal Batas Waktu

Janganlah mencari tahu apa yang akan terjadi besok
--Horatius

Tapi, kita langgar nasihat itu. Kita terus melangkah:
membaca, bertanya, menduga-duga: Apa yang akan terjadi,
besok? Akan turun hujankah pada hari pengantinmu,
Kamis depan?

Saat kau terjaga dari tidur, adakah rumahmu masih utuh
terpacak? Akan membuncit lagikah perut istrimu,
akan beranak lagikah anjingmu, tahun depan? Dua hari lagi
suamimu pasti studi di Holland?

 "Janganlah mencari tahu apa yang terjadi besok.
Jangan mencari tahu apa yang akan terjadi di masa depan."

Tapi, siapa tak mau mencari tahu apa yang akan terjadi,
besok--di negeri ini, di hari-hari depan? Seusai makan
di sebuah kafe, adakah tubuhmu masih bulat, meja dan kursi
masih tegak, dan kepalamu masih setia tinggal pada lehermu,
yang jenjang?

"Janganlah mencari tahu apa yang akan terjadi besok.
Besok adalah rahasia waktu. Masa depan adalah daerah Tuhan."

Tapi, kita terus langgar nasihat itu, dengan berani:
dengan kaki, dengan tangan. Dengan degup jiwa, dengan segenap
Kesadaran. Sebab, sejak tangis pertama pecah, sejak popok dibalutkan,
Besok tak dapat dihindar. Masa depan tak terelakkan.

 "Tapi, apa yang akan terjadi besok?"

Bulan bergerak. Detik-detik terus berguguran. Tapi kita
tak henti melangkah. Tapi kita tak kunjung berhasil meraih jawab
Sampai, pada tapal batas waktu, kita jera bertanya, dan kita
tak membantah: Besok adalah sebuah pintu--dari mana kita masuk,
dan kita tak kembali.

Jakarta, 2006