Senin, 14 Juli 2014

Secuil Kutipan dari Malam karya Elie Wiesel

"Hidup? Aku tidak lagi merasa hidup itu ada sesuatu kegunaannya." (Mosye si Pelayan Gereja, 9)
Yah, kalau aku sibuk memikirkan alasan kenapa aku hidup, aku akan kehabisan waktu untuk menjalani hidup...
"Ide mati, tidak ada, mulai mempesonaku." (132)
"Alangkah baiknya bila aku dapat mati sekarang juga!" (115) 
***
"Aku bukannya menyangkal adanya Tuhan, tetapi aku ragukan keadilan mutlak-Nya." (68)
"Di mana Tuhan? Tuhan ada di sini--dibunuh di tiang gantungan..." (99)
Yah, ini memang topik yang agak sensitif. Barangkali bisa dikonsultasikan dengan Nietzsche. Atau sebaiknya sudahi saja sampai sini. Tapi aku ragu dengan pilihan terakhir, mengingat buku ini... dan anak kecil di tiang gantungan itu... dan bayi-bayi yang dilempar dan dijadikan sasaran tembak... dan tungku, asap, lidah api itu... dan... ini adalah saat manusia berhenti menjadi manusia...

"... Akulah penggugat, Tuhan yang digugat. Mataku terbuka dan aku seorang diri--sangat sendiri dalam suatu dunia tanpa Tuhan dan tanpa manusia. Tanpa kasih sayang atau belas kasihan. Aku sudah bukan apa-apa lagi, cuma abu, ... Aku berdiri di tengah-tengah umat yang berdoa itu, mengamatinya bagaikan seorang asing." (103)
***
 "Lonceng. Sudah tiba saatnya berpisah, pergi tidur. Aku benci lonceng. Segala sesuatu ditentukan olehnya. Lonceng itu memberi perintah padaku, dan aku secara otomatis menurutinya. Bilamana aku bermimpi tentang dunia yang lebih baik, aku hanya dapat membayangkan suatu alam semesta tanpa lonceng." (111)
"Tetapi manusia cepat membiasakan diri dengan segala hal." (118)
Jadi, manusia sudah terbiasa saling lempar roket...
"Ketidakpedulian mematikan semangat." (150)
***
"Suatu hari, ketika kami berhenti, seorang pekerja mengambil sepotong roti dari tasnya, dan melemparkannya ke dalam gerbong. Terjadilah huru-hara. Puluhan orang kelaparan bertempur mati-matian untuk memperoleh beberapa remah roti. Pekerja-pekerja Jerman itu sangat tertarik pada adegan itu." (153)
Sama seperti saat seseorang melempar secuil roti ke kolam berisi puluhan ikan nila... harusnya orang itu meminta maaf ke nila-nila itu, kan?
Terus tentang gadis Perancis yang Elie temui, dan apa yang selanjutnya terjadi di gerbong itu...

***
Oh, Elie. Barangkali banyak yang percaya, mukjizatlah yang menolongmu melewati sekleksi demi seleksi keji itu, dan bertahan hidup untuk menulis memoar ini. Dan mukjizat berasal dari sesuatu yang lebih kuasa dari pada manusia. Seperti halnya dalam prakata yang percaya dengan campur tangan ilahi dalam tragedi hidupmu, dan itu makin meyakinkannya akan keberadaan Tuhan...
Kontras. Kamu menganggap Tuhan memalingkan wajah, pura-pura mati, bahkan memang sudah digantung. Dan siapa yang bisa menyalahkan anak lima belas tahun yang mempertanyakan kerahiman dan keadilan Tuhan setelah menonton semua tragedi itu...
 "ARBEIT MACHT FREI"
"akhirnya aku bebas" (172)
nb: tapi bukan bekerja yang membuatku bebas...

Jumat, 11 Juli 2014

11 Juli 2014 (Brazil 1 - 7 Jerman. Setelah ini, kurasa tidak ada perbuatan hidup yang berefek kejut terhadapku)

Pangeran yang Selalu Bahagia, salah satu dongeng terbaik yang pernah kubaca. Hanya karena Oscar punya anak, terus dia pengin mendongeng buat anak-anaknya, dia bisa menulis sehebat itu.
Orangtua jaman sekarang akan membeli TV LED 42 inch, HP android, tab (?), dan mereka berseru puas, "Ini cukup untuk menjamin kebahagiaannya dan menghindarkan mereka dari kerasnya realitas!"
"Lagi-lagi kamu mengeneralisasi, Nak."
Hidup orang sekarang berbeda dengan orang dulu, lihatlah hidupku sebagai contoh: tidak berarti! Ya kan, Soba?
***
Berita yang masih suam-suam kuku--atau istilah yang lebih menjijikannya hangat-hangat tahi ayam, dan mungkin musti keburu disantap selagi hangat, sebelum dingin--roket-roket Israel mendarat di Gaza.
"Yes, and how many times must cannonballs fly before they're forever banned,"
samar-samar Bob Dylan bernyanyi di dalam kepala...
Orang lain akan bilang, "Manusia, terutama pria, akan berperang untuk hal yang diyakininya."
Sampai pada akhirnya mereka lupa kenapa mereka berperang? 
Kalau begitu, aku akan pergi ke dan berdiri di tanah tanpa keyakinan... Ya kan, John?

Atau yang lain lagi akan bilang, "Kamu harus memihak (pada yang benar)." Siapa yang benar, siapa yang salah? Siapa tahu, siapa peduli!
Kalaupun aku memihak, aku tidak akan memihak manusia.
Hidup sudah terlalu buruk. Hidup sebagai manusia? Tidak bisa lebih buruk lagi. Ya kan, Mark?

12 Juli (Hidup memang absurd seperti film western yang tokoh utamanya diperankan aktor bernama Eastwood.)

13 Juli. Membaca kata pengantar Mochtar Lubis dalam Malam karya Elie Wiesel. Kurasa Pak Lubis ini orangnya lumayan religius.
Apa ini suatu kebetulan, membaca buku tentang genosida Yahudi saat Israel memborbardir Gaza?
      Kurasa apa yang terjadi di sana tidak bisa lebih manusiawi lagi. Inilah wajah manusia yang sesungguhnya.
Kalau kedua belah pihak punya hati yang cukup lapang--Hamas mau berhenti main lempar roket ke Israel, dan Israel mau kasih rehat mainan-mainan mahalnya--itu malah tidak manusiawi. Itu surgawi. Kata mereka yang percaya surga, "di surga, nafsu tidak eksis."
"Apakah kita pernah pikirkan akibat dari suatu kengerian, yang sekalipun tidak senyata, sekasar penghinaan lainnya, namun adalah kengerian yang paling berat ditanggung semua orang beriman: kematian Allah dalam jiwa seorang anak yang tiba-tiba menemukan kejahatan mutlak." (Fracois Mauriac, dalam prakata Malam karya Elie Wiesel)
Dia ini mengenyam pendidikan apa? Betapa dia bisa menemukan kata-kata seperti itu. Seringkali aku mengais-ngais dalam kehampaan, mencari kata-kata untuk mengungkapkan perasaan yang dikandung benak, tapi kata-kata itu pandai benar bermain petak umpet.

nb: buku itu tadi terjatuh. Mulut pemiliknya hampir tanpa sengaja mengumbar sumpah-serapah tak karuan seakan itu adalah tragedi terburuk dalam hidup, atau bahkan akhir dunia. O, kurasa akhir dunia tak seburuk itu.

Jumat, 04 Juli 2014

Secuil Kutipan dari The Yearling Karya Majorie Kinnan Rawlings

 Bisa jadi ini adalah sebuah penegasan dari apa yang dikatakan Quentin Compson di sini, beberapa waktu yang lalu.
"Kau bisa menjinakkan apapun, Nak, kecuali lidah manusia." (Penny Baxter, 102)
 Bicara soal lidah, bagaimana dengan ungkapan 'lidah kadang bisa lebih tajam dari silet'? Kalau begitu aku jilati saja pergelangan tanganku.
 "Kata-kata memulai pertikaian dan kata-kata pula yang mengakhirinya." (222)
***

Yang berikut ini lepas konteks dari yang sebelumnya. Sekadar kutipan yang menarik alam bawah sadar.
Eh, barangkali ini masih sedikit ada hubungan dengan politik, atau politikus yang kian hari kian 'pintar'.
"Kau makin licin seperti jalan tanah di tengah hujan." (Ma Baxter, 20)
Juga gambaran bagaimana kalau mereka tertangkap tergoda hal yang seharusnya mereka hindari.
"... merasa seperti anjing penangkap burung yang tertangkap basah sewaktu sedang mengejar tikus ladang." (15-16)

Selasa, 01 Juli 2014

Being John Malkovich (1999)

Judul          : Being John Malkovich
Tahun         : 1999
Director     : Spike Jonze
Writer        : Charlie Kaufman
Cast           : John Cusak, Cameron Diaz, Catherine Keener

Sialan! Kenapa juga musti susah-susah tulis semua spesifikasi yang di atas itu. Kasih saja link ke IMDb, selesai. Sialan, karena banyak banget kata sialan muncul di film ini. Yah, apa lagi yang bisa diharapkan dari film Holywood. Eh? Bukan bermaksud mengeneralisasi.
     Sutradara yang sama dengan yang bikin Her (2013). Sungguh suatu film yang progresif. Bukan, bukan progresif sebenarnya. Saya takut kata itu kelewat baik untuk menggambarkan Her. Kata 'berpandangan ke depan' mungkin cukup. Oh, itu frase. Dan penulisnya, orang yang sama dengan yang berimajinasi dengan dua Nicholas Cage dalam Adaptation (2002). Eh, bukannya sutradara film itu juga bang Spike?
     Siapa yang tak mau jadi orang lain. Menukar hidup yang sekarang dengan hidup yang baru. Siapa!?
     Meski hidup orang lain cuma memegang gagang telpon dan memesan keset kamar mandi. Ayolah, jangan remehkan hidup sendiri. Apa kamu mau menukar hidup dengan orang-orang yang harus berjalan berkilometer untuk mereguk air bersih. Lho, melantur lagi. Yah, toh, siapa saja tahu ungkapan 'rumput tetangga lebih hijau'. Barangkali tidak untuk orang yang tinggal di rusunawa.
     Kita langsung ke intinya. Apa intinya? Lebih baik kalian, masing-masing dari diri kalian tangkap sendiri point-nya. Tapi, ending-nya, sungguh mengingatkan ke satu buku tentang telaah sastra dari sisi psikologi. Mungkin kalau tidak ada yang keberatan judul alias film ini bisa saja: Derita Menjadi Oedektra.
     Maaf ini bukan resensi terbaik yang bisa disediakan untuk film ini. Bahkan ini bukan resensi sama sekali. Ini lebih ke curahan hati. Mohon jangan dimasukkan ke hati.

Subtitle Indonesia: subscene
Film: IDFL