Jumat, 24 Oktober 2014

Tentang Dari Ave Maria ke Jalan ke Roma karya Idrus

Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke RomaDari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma by Idrus

My rating: 4 of 5 stars


Segalanya bergetar, bergerak, berubah. Tak ada pengecualian buat kumpulan cerpen--salah satunya naskah drama--Idrus ini. Bagi yang peka akan terasa perubahan tulisan si pengarang saat kita diajak berjalan-jalan Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

     Cerpen yang disusun secara kronik menghamparkan  kejadian-kejadian kecil yang luput ditangkap oleh buku-buku sejarah yang biasanya bicara tentang kejadian-kejadian besar. Dari tulisan di Zaman Jepang, yang seakan ditulis oleh seorang, meminjam kata-kata Idrus, Romantikus Avonturir.

     Sebenarnya, tentang dukun di naskah drama itu agak... apa kata yang pas... entahlah. Katakanlah itu salah satu dari beberapa alasan kenapa bintang kelima kurang bersinar.

     Terus, suasana eksistensial (apa iya?) di Coret-coret di Bawah Tanah. Katanya corat-coret ini bikin ingat sama Catatan Bawah Tanah-nya Dostoyevski (yang malangnya, saya belum baca). Bagaimana keadaan yang kalau dipandang lewat mata orang sekarang sama sekali tidak biasa, diceritakan dengan nada datar.

     Diakhiri dengan cerita dari tokoh (absurd?) Open. Ada salah satu bagian yang bikin ketawa bahak. Tentang lelucon 'bako'. Ingin rasanya mengutip di sini, tapi kelewat panjang. Jadi, malas.

     Idrus menyebut tentang filsafat, beberapakali. Espinoza, Boethius, juga karakter Zulbahri yang digambarkan memegang buku filsafat, dan lain-lain. Barangkali Kek Idrus ini suka melahap buku-buku filsafat.

     Ada terlihat juga pemikiran Idrus tentang Ilahi. Apa ini sisi Agnostiknya?
"Dan keluarga Kusno turun-temurun takut kepada Tuhan itu, sungguhpun belum pernah dilihatnya." (115)
"Orang tidak banyak percaya lagi kepada Tuhan. Tuhan baru datang dan namanya macam-macam, bom, mitraliur, mortir." (116)
"Mula-mula orang terkejut kalau mendengar tembakan, tetapi setelah mereka tahu, bahwa tembakan-tembakan itu ditujukan ke atas, ke tempat Tuhan lama, sekarang mereka bersorak gembira mendengar setiap tembakan." (117)

     Dan, tentu saja seperti banyak pengarang yang hidup di jaman perang, kurang rasanya kalau tidak menulis pemikiran tentang perang.
"Demikian benarlah ucapan, hanya orang besar-besar yang mau perang, rakyat sederhana cuma mau damai." (112)
"Tidak, rakyat sederhana tidak mau perang, ia hanya mau hidup sederhana dan hidup bebas dari ketakutan esok hari tidak mempunyai celana." (113)
"Hanya yang belum juga dapat dipahamkan Kusno adalah mengapa selalu saja masih ada peperang. Kusno merasa sebagai seseorang yang dikorbankan." (115)




View all my reviews

Kamis, 23 Oktober 2014

Dia masuk, berjalan di antara dua etalase, salah satunya berangka kayu dan sudah berumur. Rambutnya lurus kaku dan di bagian atas pada berdiri, bibirnya tebal, matanya segalak kucing setengah liar. Kaos polo bergaris dominan coklat dan celana kolor biru membalut badannya. Memintasi ruang, dia berhenti di depan etalase kecil berisi rokok di tingkat satu dan duanya. Etalase mungil ini digendong etalase gede, seperti kakak beradik.
     "Djarum papat," pintanya, "White Coffe siji."
     Disodorkannya tiga lembar dua ribuan. Kelihatannya dua ribuan lagi ada di puncak populasinya; laci meja, yang anggap saja sebagai meja kasir, mewakili keadaan ini dengan perbandingan kurang wajar antara dua ribuan dengan duit lain.
     Kurengkuh sebungkus Djarum isi 16 yang sudah dibuka. Kuletakkan di atas etalase di depannya. Dia mengambil empat batang, sementara kuambil rentengan White Coffe di pojok tingkat dua etalase gede terus kusobek satu.
     Dia keluar, hening seperti saat masuk. Ada semacam ragu dalam rautnya tadi waktu bilang rokok empat. Naiknya harga Djarum 250 rupiah, membuat pelanggan setia rokok merek ini berpikir lebih dari 250 kali sebelumnya. Seperti ada hal mistis nan sakral dari angka 250. Kalau biasanya dengan lima ribuan boleh bawa pulang lima batang, kali ini harus puas dengan empat batang. Malang nian nasibmu wahai pelanggan setia.
     Apa Robert dan Michael mendengar pekikan memelas sumber-sumber kehidupannya? Apa mereka masih akan ada di Forbes setelah perubahan harga eceran ini? Setan mana yang peduli!?
     Malamnya ada satu orang mampir. "Kalih mawon," katanya sambil mesam-mesem. Lagi-lagi Djarum. Best seller dia ini agaknya.
     Sebelumnya, menjelang sore si Djarum dicari lagi. "Yang kecil saja," katanya dalam basa Jawa. Waktu kubilang habis, dia bilang, "Ya sudah yang gede."
     "15.800..."

dalam pengaruh Idrus dan Open, atau Idrus saja barangkali
23 Oktober 2014
setjoeil asa

Minggu, 05 Oktober 2014

Rubaiyat Rumi


karena tidak ada ruang bagi yang percaya maupun yang ingkar 

***
jika kau bulan di langit, jatuhkan diri di antara debu jalanan
bersamalah dengan yang muda dan tua, yang baik dan jahat

***

pernah dengar namaku di seantero bumi?
aku bukan apa-apa
aku bukan apa-apa 

***

aku berjuang keras
tapi nasib terus membisik
"ada banyak hal di luar kekuasaanmu"