Jumat, 02 Oktober 2009

la independencia

Untuk gadis yang selalu menunggu cerita… dan untuk kemerdekaan kita
Kain bewarna merah dan putih itu berkibar di tiang berujung runcing berlumur darah.”Merdeka … Merdeka … (10x… 10x10… 10x2 = 20).” Teriakkan yang menggelegar memecahkan keheningan, kaca rumah bahkan memecahkan banyak masalah, terdengar dari mulut seorang pemuda, tampan parasnya, gagah orangnya, baik hati juga tidak sombong, sayang dia… panuan. Kriiing …!!! …!!! …!!! … !!! … !!! … (uwis titik2e ngentek2e kertas). Benda bulat berduabelas angka dengan 3 djarum telah membuatku terbangun dari mimpi indah, walau tak seindah mimpi yang membuatku dewasa. (mau ngomong mimpi basah kok kayaknya tabu bangetz ya …)
Hey upacara boz …!” Seonggok daging yang berjalan mengingatkanku bahwa hari ini …, hari ini …, hari apa ya? Lembaran kertas yang tergantung di dinding menunjukan kata Agustus dalam tubuh kotaknya, dan …”17 Agustus!” (baru ingat rupanya tokoh yang penulis tulis ini, kenapa penulis mbuat tokoh yang anemia ya…?) “Amnesia mas penulis …” “Iyo maz rasah protes karo sing gawe cerpen, gek aduz ben ambu trasine ilang …!” Seonggok daging yang tadi ngomong lagi deh, kalo belum dikasih tulang emang susah mingkem dia.
(tangan penulis yang good looking, smart dan suka menabung, juga tidak panuan ani udah agak capek jadi langsung ke inti sarinya aja ya …)
Indonesia tanah airku …” Lagu yang paling bagus di kepulauan ini berkumandang, bahkan 5 oktafnya Mariah Carey diiringi petikan senar gitar Joe Satriani plus tubrukan antara sepuluh jari Mozart dengan tuts piano klasik tak mampu menandingi megahnya lagu kebangsaan ini. Semua orang mengangkat tangan untuk hormat kepada Sangsaka Merah Putih, yang merupakan tokoh yang pertama kali muncul di kisah ini.
Slim

0 komentar:

Posting Komentar