Kamis, 30 Agustus 2012

Aku tak keberatan hidup di satu tempat seumur hidupku. Aku akan menghirup apa yang angin jinjing, atau jika ia memikulnya apa yang dipikulnya. Tapi bukankah setiap orang punya impian, meski James Morrison bilang, "dreams are for fools." Aku juga ingin, jika Tuhan mengijinkan, pergi ke satu tempat dan mungkin menetap di sana, sementara.
     Radja Ampat. Ya, Radja Ampat. Entah kenapa? Bukankah mimpi tak harus masuk akal, bahkan seringkali memang salah satu syarat untuk bisa disebut mimpi adalah absurd.
     Perjalanan tak kalah penting dengan tujuan. Ah, jalur ide ini mulai tersumbat. Lain kali saat sumbat terlepas dan ide mengucur deras, akan kubeberkan tentang perjalanan.

Maksudku kadang kita harus menerima hidup apa adanya. Manusia tak memiliki Kontrol mutlak akan hal ini kan?
     Dan lagi memang ada, bahkan banyak, tempat yang sungguh layak dikunjungi di dunia ini kan? Jangan sampai Tuhan membikin tempat semacam itu, tanpa decak kagum dari ciptaannya yang lain. Mubazir.
     Seperti saat kau makan lima kali sehari, dan kau tahu di pulau yang sama masih ada yang harus mati-matian mencari sesuap nasi. Atau dalam perjalanan ke rumah makan kau mendapati mereka.
     Ada ajaran yang mengatakan kalau semua orang mau berbagi tak akan ada lagi yang merasa kekurangan. Ada ajaran lagi manusia idealnya 60% mementingkan ego, 40% sosial. Entahlah kenapa aku menulis hal ini.

"Jika hidup bisa diatur oleh pemikiran, kemungkinan hidup akan hancur", Chris McCandles bilang. Dia suka mengutip dari buku, entah ini pemikiran dia sendiri atau mengutip dari buku. Bukankah ini kutipan bagus. Banyak kutipan bagus. Aku suka kutipan. Kamu? Siapa juga yang tidak suka, iya kan?
     Di dunia ini ada 7 miliar manusia. Sepasang saudara kembar identik pun mempunyai satu dan lain perbedaan.
     Kali ini hasrat menulis nampaknya berada di persimpangan dengan traffic light menyala merah. Dah...

0 komentar:

Posting Komentar