Selasa, 16 Maret 2010

idl adh

Cerita ini bukanlah untuk manusia-manusia melankolis yang ingin happy ending dan meneteskan air mata bahagia setelah membacanya. Kencangkan sabuk pengaman anda dan jangan sekali-kali keluarkan anggota badan…, karena anda bisa dikenai UU Pornografi.

Jika anda mempunyai anak berusia 5 tahun ke bawah dampingi dia saat membaca cerita ini…, karena…, mungkin anak anda belum bisa membaca. Jika anda masih berumur 17 tahun…, carilah KTP, jika anda sudah berusia 60 tahun keatas…, banyaklah beribadah…

%%%

Kisah ini dimulai di saat dan tempat yang tak seorang pun tahu, bahkan sang penulis… (“Hei mas, nek sing nulis we ra reti, lha lhe nyritakk njuk piye…?”). Pertanyaan ini mungkin terngiang-ngiang di benak anda, terus mengendap hingga menjadi bunga tidur di malam saat musim gugur, itu wajar.

“Penulis adalah seorang dewa dalam cerita yang ditulisnya…”

%%%

“Maaf, tapi harus saya katakan…, umur anda tinggal tiga hari lagi…”
“Huh…” mulut mungil itu mengeluarkan emosi bernada keluhan. “Tiga hari…, berarti tanggal 27 ya…”, gumamnya laga, tampak tak ada kekhawatiran berarti darinya, sepertinya dia memang sudah tahu umurnya tidak akan panjang lagi. “Lagi pula 2012 besok Hollywood porak-poranda, nggak ada lagi film narsis, film yang mendigdayakan negara si pembuatnya sendiri…”, munkin begitu pikirnya.

Benar saja, 27 November 2009…, dengan sebuah kalung melingkar di leher bertulis sebuah nomor, dia…, sepertinya sudah siap dengan takdirnya, menunggu panggilan.
“No 16…!” panggilan itu bagai mencabut separuh nyawanya, terlebih saat ia melihat nomor yang sama pada kalung yang dikenakannya secara sedikit terpaksa. Dan beberapa saat kemudian terdengar takbir…, dan nadi-nadi yang ada pada lehernya satu per satu putus, oleh sayatan pisau penjagal…

(jadi sate, gulai, tongseng…)

0 komentar:

Posting Komentar