Rabu, 11 Desember 2013

Garis Teisme

"Dia itu agnostik cenderung ateis."
"Tumben mau menggunjing orang."
"Ini bukan gunjingan. Ini pendapat. Dan kurasa ini lumayan obyektif. Eh, iyakan?"
"Tergantung premisnya. Kenapa kamu bisa bilang dia cenderung ateis?"
"Yah, katakan ini monoteis atau politeis," anak muda ini menggambar bulatan khayalan di atas meja. Terus dia menarik garis lurus dari bulatan itu ke arah kanannya dengan tangan kanannya, "di tengah ini agnostik. Di ujung yang lain ini ateis. Nah, di sinilah bocah itu berada" dia menunjuk satu titik antara titik tengah dan ujung kanan gambar khayalan itu."
"Hm, menarik..."
"Dia kadang menyebut tentang buku kesukaannya. Buku terjemahan dari bahasa Jerman. Dia bilang, 'Yah, aku percaya Tuhan itu ada. Tapi itu dulu. Sekarang Beliau sudah mati.'"
"Anak itu mengutip dari buku itu?"
"Bisa jadi."
"Dia pikir Tuhan fana seperti ciptaan-Nya? Menarik"
"Tak kalah menarik si S."
"Kenapa dia?"
"Dia punya satu kutipan kesukaan: 'Dan Kami ciptakan segalanya berpasang-pasangan.'"
"Ah, ya. Itu ada di halaman depan buku catatan kecil yang selalu dibawa-bawanya. Dari Al kitab agamanya, kan?"
"Ya"
"Aku suka cara orang ini memandang dunia. Dia punya satu teori menarik."
"Apa?"
"Masih ada hubungannya dengan kutipan itu tadi dan kalau kita juga bisa menghubungkannya dengan topik kita. Dia percaya kalau ada bagian dari manusia yang fana, maka ada juga bagian manusia yang kekal."
"Ah berpasang-pasangan?"
"Ya, atau kalau mau lebih gamblang, yang berlawanan saling melengkapi. Contranta Sunt Complementa. semacam motonya Niels Bohr."
"Ah, siapa Nil Bor itu?"
"Niels Bohr. N-I-E-L-S B-O-H-R. Entah pengucapannya bagaimana. Aku juga lupa siapa dia."
"Yah, pikun."
"Terserah, si S ini percaya, tentang fana dan kekal tadi, tubuh manusia memang fana, tapi ada bagian dari manusia yang kekal. Jiwa."
"Ah, pada akhirnya dia lalu punya teori tentang jiwa ini yang masuk ke kehidupan setelah kematian ya?"
"Jitu. Ngomong-omong soal jiwa, sudah dapat buku Jiwa-jiwa Mati-nya Gogol?"
"Belum."
"Orang yang menarik memang."
"Siapa, Gogol."
"Si S. Jadi dia ini monoteis cenderung agnostik? Kalau pakai teori kamu tadi."
"Bisa jadi Tuhan cuma pengin menciptakan peran seperti dia dalam roman tulisannya."
"Hah?"
"Bukankah semuanya sudah tertulis? Dan semua ditulis oleh tangan yang sama?"
"Lalu apa peranmu?"
"Jadi orang yang percaya kalau lebih baik dia tidak usah dilahirkan saja. Dan, seperti yang ditulis Chairil, 'hidup hanya menunda kekalahan.' Karena pada akhirnya, seperti yang kubilang  tadi, garis nasib sudah digambar. Aku juga tahu peranmu: bocah melit yang percaya bisa memecahkan pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup."
"Lihat siapa yang bilang, fatalis."

bisa jadi bersambung
setjoeil asa

0 komentar:

Posting Komentar