Selasa, 16 September 2014

Cukup membosankan jadi manusia yang pengambilan keputusan terberat dalam hidupnya adalah 'mandi pagi atau tidak.' Kalau mandi mungkin itu bisa saja dirasa sebagai perbuatan yang kurang menghargai mereka yang tengah berjuang matia-matian demi sereguk air. Yah, ini katanya lagi musim kemarau berkepanjangan. Tapi itu bisa juga jadi perbuatan distribusi air. Kalau air tidak dipakai mandi. air cuma mengendon di bak. Dengan mandi air bisa mengalir lewat saluran, pipa-pipa, terus selokan, infiltrasi ke dalam tanah, mengalir ke tempat yang mungkin lebih dibutuhkan, jadi air tanah (di bawah hotel. Hotel buat sumur. Warga juga punya sumur), atau evaporasi, menguap jadi awan, lalu bisa jadi hujan di tempat yang tanahnya lebih layak diguyur hujan... Bukan di ibukota, .. kenapa? tanya saja ke Ahok, eh? Kalau tak mandi, mungkin cuma bau... kalau mandi entar juga bau lagi... sama saja...
     Yah, jadi pengangguran memang punya kelewat banyak waktu buat merenung tentang itu semua. Bukan memikirkan hal-hal yang dipandang kurang sepele macam, apa bandara musti dibangun di sini atau di sana, apa trem musti dihadirkan di Jogja, apa mobil dinas musti diganti sama yang lebih mewah dari Lamborghini.

1 komentar:

  1. Tentang pengangguran, Victor E. Frankl punya pendapat menarik: "... sejenis depresi khusus yang terdiagnosis pada sejumlah pasien muda yang saya sebut menderita 'neurosis para pengangguran'. ... neurosis jenis ini dipicu oleh dua pemahaman yang salah: tidak memiliki pekerjaan dianggap sama dengan tidak berguna, dan tidak berguna dianggap sama dengan tidak memiliki makna hidup."

    BalasHapus