Rabu, 23 Maret 2011

Mencoba Wirausaha Bersama Mas Boy

Selasa, 22 Maret 2011..

     Dimulai dengan hal yang biasa Ubay lakukan, namun hingga kini masih saja terasa luar biasa. Pekerjaan yang berat. Membuka mata kurang dari jam setengah tujuh pagi.
     Hemat penulis (karena penulis lagi malas ngetik), Ubay butuh waktu kurang dari satu jam untuk bersiap. Rinciannya sebagai berikut;

     1. Berusaha membuka mata:                   15 menit
     2. Berusaha berdiri dari tempat tidur:      10 menit
     3. Makan koran sambil baca pagi:          10 menit
     4. Mandi plus ganti baju:                        15 menit
     Total:                                                     50 menit/1 SKS*
     Anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan semua kegiatan di atas adalah sebesar Rp 50.000,00 tunai.
     *Rp 50.000,00/SKS untuk angkatan 2008.

    Ubay langsung memelintir gas sepeda motor tuanya tanpa ragu-ragu. tapi ada satu hal yang terlupakan. Dia lupa belum menghidupkan mesin motor ini. Sia-sialah pelintiran keras yang coba dilakukannya. Dengan sisa-sisa tenaga, waktu dan pikiran, di mencoba men-kick starter motorya. Butuh sepuluh kali menendang sebelum motor keluaran 1982 itu benar-benar meraung-raung tak terkendali.
    
    Entah Setan apa yang merasuki jiwa mudanya, setan hitam mungkin. Dengan kegilaan yang terlihat sangat di wajah, dilibasnya jalanan menuju kampus. Saat jalanan agak sepi iseng saja dia menengok ke spidometer. Cukup terkejut setelah mengetahui jarum di benda itu menunjuk ke angka 0 Kmh. Ternyata spidometer motor tua ini memang sudah mati sejak tahun 1990, tahun yang sama dengan kelahirannya. Lebih terkejut lagi setelah dia menengok ke kanan. terlihat tukang becak perlahan mendahului. Sekarang pertanyaannya adalah, berapa sebenarnya laju kecepatan motor Ubay?

      Setelah memarkirkan motor di tempat parkir (lha iyo mas, mosok parkir ning kantin...), Ubay melihat jam di HP, tujuh lebih empat puluh. Bergegas menuju ke ruang B31, kelas kuliah pagi itu. Namun saat berjalan pelan menyusuri taman kampus, dia mencium aroma kekosongan pada kuliah pagi itu. Banyak teman yang mengambil mata kuliah pagi itu, ASP (Akuntansi Sektor Publik), malah teng-teng crit di taman.
     Ternyata.., eh.., ternyata seperti yang telah diduga-duga dan disangka-sangka juga diterka-terka, dosennya lagi ngompre. Tanpa membuang banyak waktu langsung saja Ubay mengikuti forum perbincangan yang sebenarnya tidak konstruktif dan kurang positif di tepi kolam yang dekoratif.
    Tak berapa lama muncul ide yang lumayan berlian dari Mas Bay, temen tapi kurang mesra Ubay. Idenya sebenarnya, sederhana yaitu mengerjakan tugas. Maka bergegaslah kelompok bermain mereka, terdiri dari, Ubay, Mas Bay, Lek Sri, Pakde Yanto, dan Om Nugross, menuju perustakaan.

    Jam 09.30...,

    "Om, ojo lali di print lho makalah e..." kata-kata dari Lek Sri mengakhiri perkumpulan rutin para pekerja tugas kuliah. Bukanlah happy ending bagi Om Nugros. Meski begitu Dia tidak bisa mengganggu gugat keputusan yang irasional itu.
    Tugas berikut: Matkul Kewirausahaan. Berjualan Ice Cream Asongan. Untuk yang satu ini Om Nugros di-replacement oleh Mbak Mia. Mereka Berlima, ditambah satu TKI illegal Mbak Ita, akhirnya berangkat. Keenam mahasiswa ini lalu tersadar betapa sulitnya mencari sesuap nasi di negri sendiri.
    Pertama mereka berjualan di SDN 1 Ungaran. Setelah mengalami pasang surut dalam bernegosiasi dengan pengelola kantin setempat, Akhirnya diputuskan berjualan di Elementary School itu tidaklah terlalu berprospek cerah.
    Awan kelabu seakan menyelimuti langit biru diatas kepala mereka berenam. Setelah mengalami masa transisi, akhirnya mereka menemukan pencerahan. Dengan tiga motor matic mereka melaju cukup pelan menuju Masjid Syuhada. Masjid ini cukup besar disampingnya ada sebuah SD lain lagi.
    Di sinilah moment bersejarah itu terjadi. Berenam mereka bertemu Mas Boy, pedagang kaki lima yang cukup pintar bersilat lidah. Tipikal pedagang akademis.
    "Ini namanya implementasi perekonomian kerakyatan.." kurang lebih begitu beliau berkata, dengan penuh percaya diri.
    Hari pertama mengasong menjadi happy ending bagi keenam mahasiswa pengasong ini. Sisa duabelas bungkus ice cream diborong oleh Mas Boy untuk dijual kembali. Beliau cuma membayar 11.500 rupiah. Itu bukan masalah besar bagi mereka, meski harga jual per satu-nya mereka banderol seribu rupiah.
    Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar