Mulai nulis 25/2/2012,
tapi lihat tanggal di hape setelah beberapa saat nulis sudah ganti ke 26.
(Coba nulis pakai lepi sehabis nonton “The shining (1980)”)
“Kamu baca semua ini?” Gadis itu
mengedarkan pandangan ke buku yang berjejer di rak, lalu ke buku-buku yang
berserakan di beberapa tempat di kamar.
“Sebagian,” katanya “Bukankah ini
bukan jumlah yang membuat seorang kutu buku tercengang?”
“Kamu buat rak ini sendiri? Aku
suka”
“Yap, bukan master piece seorang
pandai kayu.”
Rak yang
sedang dibicarakan lebih mirip sebatang pohon yang dibelah tengahnya. Terlihat
semasa hidupnya pohon itu tak terlalu tinggi ataupun besar. Bagian tengahnya
diperhalus, meski masih terlihat agak kasar. Potongan separuh pohon itu−yang sekarang dipanggil rak−menempel di
salah satu sisi tembok kamar. Di bawahnya−berada hampir di tiap ujungnya−ada
paku, yang sengaja ditanam sebagai pengampu. Beberapa centimeter di atasnya
paku dari jenis yang tidak sama menancap, hampir sejajar dengan yang dibawah.
Di tepi-tepi yang berpermukaan halus ada lagi paku, dari jenis yang sama dengan
yang beberapa centimeter di atas kayu. Lalu empat paku itu−dua tertanam di
tembok dua tertancap di permukaan kayu−dihubungkan oleh dua helai kenur.
“Dulu sebelum ayahku menyewanya,
tanah di belakang rumah, ada sebatang pohon jati muda,” ujarnya “Katanya pohon itu ditanam oleh seseorang
yang tinggal di dekat sini.”
(Asyik juga nulis pake
nih ‘perkakas’)
“Kolam di halaman belakang itu?”
“Yap, pohon yang malang. Harus
merelakan hidup untuk obsesi seorang PNS yang hampir pensiun.”
Slim
0 komentar:
Posting Komentar