Selasa, 15 Januari 2013

25/2/2012


Mulai nulis 25/2/2012, tapi lihat tanggal di hape setelah beberapa saat nulis sudah ganti ke 26.
(Coba nulis pakai  lepi sehabis nonton “The shining (1980)”)
“Kamu baca semua ini?” Gadis itu mengedarkan pandangan ke buku yang berjejer di rak, lalu ke buku-buku yang berserakan di beberapa tempat di kamar.
“Sebagian,” katanya “Bukankah ini bukan jumlah yang membuat seorang kutu buku tercengang?”
“Kamu buat rak ini sendiri? Aku suka”
“Yap, bukan master piece seorang pandai kayu.”
                Rak yang sedang dibicarakan lebih mirip sebatang pohon yang dibelah tengahnya. Terlihat semasa hidupnya pohon itu tak terlalu tinggi ataupun besar. Bagian tengahnya diperhalus, meski masih terlihat agak kasar. Potongan separuh pohon itu−yang sekarang dipanggil rak−menempel di salah satu sisi tembok kamar. Di bawahnya−berada hampir di tiap ujungnya−ada paku, yang sengaja ditanam sebagai pengampu. Beberapa centimeter di atasnya paku dari jenis yang tidak sama menancap, hampir sejajar dengan yang dibawah. Di tepi-tepi yang berpermukaan halus ada lagi paku, dari jenis yang sama dengan yang beberapa centimeter di atas kayu. Lalu empat paku itu−dua tertanam di tembok dua tertancap di permukaan kayu−dihubungkan oleh dua helai kenur.
“Dulu sebelum ayahku menyewanya, tanah di belakang rumah, ada sebatang pohon jati muda,” ujarnya  “Katanya pohon itu ditanam oleh seseorang yang tinggal di dekat sini.”
(Asyik juga nulis pake nih ‘perkakas’)
“Kolam di halaman belakang itu?”
“Yap, pohon yang malang. Harus merelakan hidup untuk obsesi seorang PNS yang hampir pensiun.”

Slim

0 komentar:

Posting Komentar