Minggu, 02 Juni 2013

Kematian Seekor Tikus

"Berbahagialah mereka yang mati muda."
2 Juni 2013 itu Minggu. Itu juga adalah hari perburuan. Belum kuceritakan tentang perilaku tikus jaman sekarang, kan Blog? Tapi akanku persempit. Tiga tikus di rumah orangtuaku yang dibahas di posting ini.
     Jelas ini tak ada hubungannya kenapa koruptor dianalogikan dengan tikus. Tiga tikus kontemporer itu (jika boleh kusebut demikian, karena memang mereka progresif) adalah penghuni lemari yang menempel di dinding rumah. Lemari dekat kamar mandi lantai bawah. Mereka pemberani tendensi nekat, nocturnal, pencuri makanan malam hari. Kau bisa saja berdiri di tangga dan melihat mereka berkeliaran di lantai dapur yang bersatu dengan ruang makan. Mereka mondar-mandir, malah naik ke tangga, mendekat. Ada apa dengan tikus generasi Z ini? Walaupun aku tidak yakin mereka bisa hidup lebih dari selustrum.    
     Tapi hari Minggu ini satu dari mereka menemui ajal dalam sebuah perburuan (Semoga jiwanya kekal dalam kedamaian). 12.15 adalah waktu yang ditunjuk jam saat bangun (siapa yang nocturnal sekarang, mengingat aku tidur jam 4 pagi). Keluar dari kamar seekor tikus menyambut dengan gerakan lari melintang di depan pintu (kita tak akan menyebutnya dengan nama, karena itu akan mempersulit hilangnya dia dari memori). Sigap aku ambil sapu ijuk di seberang ruangan. Kuperkirakan arah lari dan tempat sembunyinya.
     Dia sembunyi di balik daun pintu tak terpakai yang bersandar di tembok dalam posisi landscape. Kututup sisi yang satu dengan salon (wadah loudspeaker) yang juga ada di situ. Kujaga sisi satunya. Kugencet-gencet dia pakai daun pintu itu. Apa dia suka lagu Rama, karena dia masih saja bertahan. Masih hidup rupanya. Ah, entah kenapa aku benci kata 'hidup'.
     Selang 10 menit mungkin (kira-kira) bala bantuan datang. Ibu yang mendengar serunya perburuan itu, naik tangga ke lantai atas. "Ngapain Dek?"
     "Tikus!" kubilang.
     Kupikir, kali ini ajalmu semakin dekat wahai tikus pandir (kusebut demikian karena dia sok anti mainstream. Keluar bersamaan memuncaknya matahari.)
     Tak mau kuceritakan detail peristiwa. Entah kenapa. Ada perasaan menentang nurani saat perburuan mengklimaks. "Ini salah," ini yang dibilang hati kalau saja dia punya mulut (mungkin). (Lagi-lagi mungkin) inikah yang disebut Darwin dengan survival of the fittest? Tapi harus kutegaskan aku bukan Darwinis. Apapun itu, dia (si tikus) sudah tak usah susah-payah lagi cari makan. Dia sudah dapat rumah lemari terbaik dan makanan segudang di sana, di lain dunia (semoga!).
     Bersamaan datangnya rasa menentang nurani, timbul semacam euforia. Atau sudah mencapai fase ekstase? Perburuan ini, kalau buku-buku psikologi itu bilang, membuat produksi serotonin naik. Ada semacam rasa senang (berlebih) saat menggencet, memukul (dengan sapu) dan memaki (dalam hati) tikus malang itu. Mungkin perasaan yang sama timbul saat manusia melakukan hal yang sama atas manusia yang lain. Mungkin karena itulah penindasan, penganiayaan, perampasan hak dan hal lain semacam itu masih merajalela. Mungkin itulah wajah asli manusia. Mungkin itulah sifat dasar manusia. Mungkin terlalu banyak kata mungkin disebut di sini.
"Sepertinya menyenangkan bisa merasa lebih hebat daripada orang lain."
     Pada akhirnya, dua pemburu sukses meregang nyawa si tikus. Sejauh sebelum kejadian ini dia memang seekor jenius. Tapi kuakui dia tak sejenius tikus dalam film kartun buatan Amerika. Atau tikus (banyak tikus) yang memiliki aset di penjuru manapun. Dua tikus terakhir ini sulit dimatikan pergerakannya.
     Istirahatlah dalam damai. Dua temanmu kudoakan segera menyusul. Biar kau tak merasa sepi-sunyi di sana. Dah...

setelah perburuan, 2 Juni 2013
setjoeil asa

0 komentar:

Posting Komentar