Jumat, 12 September 2014

Kutipan dari 'Optimisme di Tengah Tragedi' Karya Victor E. Frankl

"ET LUX IN TENEBRIS LUCET."
"JIka seseorang bertanya kepada kami kebenaran teori Dostoyevski yang secara tegas menyatakan bahwa manusia bisa terbiasa dengan kondisi apapun, maka kami akan menjawab, "Benar manusia memang bisa membiasakan diri dengan kondisi apapun, tetapi jangan meminta kami menjelaskannya." (48)
Di bukunya Dostoyevski yang mana ya?
"Saya kira Lessing-lah yang pernah berkata, 'Ada hal-hal yang membuat kamu kehilangan akal sehat, atau kamu sama sekali tidak punya akal sehat yang bisa hilang.'" (51)
Kurasa keduanya benar...
"... penderitaan hadir di mana-mana. Penderitaan manusia bisa dianalogikan denga perilaku gas. Jika sejumlah gas dipompakan ke dalam sebuah ruangan kosong yang tertutup, gas tersebut akan mengisi ruangan secara merata, berapa pun besarnya ruangan tersebut. Begitu pula penderitaan; dia akan mengisi seluruh jiwa dan pikiran sadar manusia, tanpa peduli besar atau kecilnya penderitaan tersebut. Karena itu "ukuran" dari penderitaan manusia sangat relatif." (85)
Maaf Patkay, bukan hanya cinta yang penderitaan tanpa akhir. Malangnya cinta cuma bagian dari hidup...
"Lalu, bagaimana dengan kebebasan manusia? Benarkah tidak ada kebebasan spiritual dalam perilaku dan dalam bereaksi dalam lingkungan tertentu? Benarkah teori yang mengatakan bahwa manusia hanya sekadar produk dari berbagai kondisi dan faktor lingkungan--baik yang bersifat biologis, psikologis atau sosiologis?" (114-115)
Beri aku jawabannya Dr. Frankl...!

"Dostoyevski pernah berkata, 'Hanya satu hal yang saya takutkan: saya tidak cukup layak dengan penderitaan ini,'" (116)
"Jika hidup benar-benar memiliki makna, maka harus ada makna di dalam penderitaan. Karena penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, ..." (117)
"Seseorang yang membiarkan dirinya hancur karena dia tidak bisa melihat adanya sasaran di masa depan, akan mendapati dirinya memikirkan masa lalu. ... mereka tidak menghadapi hidup mereka secara bersungguh-sungguh, dan membenci kehidupan tersebut sebagai sesuatu yang tidak bermakna. ..." (124)
"He who has a why to live for can bear with almost any how." (Nietzsche)
"... kita tidak perlu berharap sesuatu dari hidup, sebaliknya, biarkan hidup mengharapkan sesuatu dari diri kita." (131)
"WIE VIEL IST AUFZULEIDEN!" (Rilke)

"WAS MICH NICHT UMBRINGT, MACHT MICH STAERKER." (Nietzsche)

"WAS DU ERLEBST, KANN KEINE MACHT DER WELT DIR RAUBEN." (138)
"... itu bisa dibimbing kembali untuk menyadari kebenaran yang sederhana, bahwa tidak ada yang berhak bertindak semena-mena, meskipun dirinya telah diperlakukan dengan semena-mena." (149)
Kalau saja semua bisa menyadari kebenaran sederhana itu, apa dunia akan lebih baik dari yang sekarang ini? Apa rantai kebencian itu dapat diputus? Entahlah....bahkan kurasa rumput yang bergoyang tidak punya jawabannya...
"Perasaan kecewa muncul dalam bentuk yang berbeda. Dalam hal ini, bukan manusia (yang sikap pura-puranya dan ketumpulan perasaannya begitu menyebalkan, sehingga membuat si tahanan merasa seakan-akan dia ingin masuk ke sebuah lubang, dan tidak ingin mendengar atau melihat manusia lagi) tetapi nasiblah yang tampaknya sangat kejam." (150-151)
"Yang pasti, upaya manusia untuk mencari makna hidup, bisa menimbulkan ketegangan batin, bukan keseimbangan batin." (166)
"... Schopenhauer mengatakan bahwa manusia ditakdirkan untuk selalu terombang-ambing di antara dua kutub ekstrim ketegangan dan kebosanan." (170)
"Saya sendiri tidak mau jika hidup saya hanya sekedar sebuah mekanisme pertahanan diri." (160)
"Hiduplah seakan-akan Anda sedang menjalani hidup untuk kedua kalinya dan, hiduplah seakan-akan Anda sedang bersiap-siap untuk melakukan tindakan yang salah untuk pertama kalinya." (173)
"...; karena, sebuah kehidupan yang maknanya hanya tergantung dari keadaan tertentu--misalnya, tergantung dari keberhasilan atau ketidakberhasilan seseorang untuk melarikan diri--pada dasarnya bukan kehidupan yang layak dijalani." (182)
"Yang diharapkan dari manusia--sebagaimana yang diajarkan beberapa filsuf penganut eksistensialisme--bukan untuk menjalani kehidupan yang tidak berarti, tetapi menerima ketidakmampuannya untuk memahami makna penuh kehidupan yang tak bersyarat secara rasional." (186)
"... anak perempuan saya ketika dia berusia enam tahun, yang bertanya, "Mengapa kita selalu berbicara tentang Tuhan yang baik?" Kemudian saya menjawab, "Beberapa minggu yang lalu, kamu terserang campak dan Tuhan yang baik menyembuhkan kamu." Tetapi, gadis kecil itu tidak merasa puas dan dia menjawab, "Tetapi Ayah, jangan lupa, bahwa Tuhan jugalah yang mengirimkan penyakit itu kepada diri saya." (186)
"... : seorang pesimisadalah orang yang mengamati kalender dinding dengan perasaan takut dan sedih, dari hari ke hari merobek setiap lembarannya dengan tubuh yang terus bertambah kurus. Sebaliknya, orang yang menjalani hidup secara aktif merobek lembar demi lembar halaman kalendernya dan menumpukkan dengan rapi halaman yang baru disobek di atas lembar yang lain, setelah lebih dulu membuat catatan di bagian belakang lembaran-lembaran tersebut." (189)
"Kesenangan harus selalu dan tetap, merupakan efek samping atau produk samping, dan kesenangan tersebut akan hancur atau rusak dengan sendirinya jika dia dijadikan tujuan." (191)
"Seorang penderita neurosis yang belajar menertawakan dirinya sendiri mungkin sedang berupaya mengatasi sendiri penyakitnya, yang mungkin mengarah pada kesembuhan." (194)
"... Itu sebabnya saya menyarankan agar Patung Kemerdekaan (Statue of Liberty) yang ada di pantai timur Amerika diimbangi dengandengan mendirikan Patung Tanggung Jawab di pantai barat Amerika." (203)
Yah, semua orang tahu apa jadinya kebebasan tanpa tanggung jawab. Tak ada yang namanya kebebasan mutlak bukan. Paling tidak, kebebasan seseorang selalu dibatasi oleh kebebasan orang lain. Meski, hampir setiap orang barangkali mendamba kebebasan mutlak itu...
"Sekali lagi, Edith Weisskopf-Joelson, seperti pernah saya kutip sebelumnya, mengungkapkan harapannya agar logoterapi 'bisa mengimbangi sejumlah kecenderungan tidak sehat pada budaya ******* masa kini; budaya yang tidak memberi banyak kesempatan kepada orang-orang yang penderitaannya tidak bisa disembuhkan, untuk merasa bangga terhadap penderitaannya dan untuk menganggap penderitaannya sebagai sesuatu yang membuat mereka tersanjung dan bukan terhina,' sehingga, 'dia bukan saja tidak merasa bahagia, tetapi dia juga merasa malu karena dia juga tidak merasa bahagia." (222-223)
argumenta ad hominem

"SED OMNIA PRAECLARA TAM DIFFICILIA QUAM RARA SUNT."

2 komentar:

  1. "Affectus, qui passio est, desinit esse passio simulatque eius claram et distinctam formamus ideam." (Spinoza)

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Emosi yang sedang menderita, tidak akan lagi menderita setelah kta membuat gambaran yang jelas dan benar dari penderitaan tersebut." (127)

      Hapus